Kesultanan Jailolo: Perbédaan antara perbaèkan
k bot: Remove interwiki template, article is connected to Wikidata Tenger: Pembalikan manual |
kKaga' ada rangkuman permakan Tenger: Dibalikin Permak delengan Permakan pesawat Permakan pelampang pesawat |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Sejarah Indonésia}} |
{{Sejarah Indonésia}} |
||
'''Kesultanan Jailolo''' (كسلطانن جايلولو) |
|||
'''Kesultanan Jailolo''' (كسلطانن جايلولو) entu atu negara sebelon jaman modèren di Maluku, nyang wayah gininya Indonésia, nyang nongtot barengan ama melingsatnya perdagangan cengké di Jaman Tenga-tenga. Ni kerajaan atu deri empat kerajaan di Maluku barengan ama Ternaté, Tidoré, ama Bacan, nyang ni kerajaan sintremnya di telok di bekulonnya Halmahéra. |
|||
Jauh sebelum perjanjian Moti Verbond, Kesultanan Jailolo Awal diperintah oleh '''''Seorang Ratu''''' yang menurut beberapa sumber diketahui menguasai separuh Pulau Halmahera. Ratu Jailolo ini menurunkan penguasa lokal yang kemudian dikenal dengan Sangaji Gamkonora. |
|||
'''''Sangaji Gamkonora,''''' Penguasa lokal pecahan Kerajaan Jailolo memiliki wilayah kekuasaan sendiri dengan batas wilayahnya dari gunung oon "kie oon" berbatasan dengan sahu di bagian selatan dan loloda "batu tua masoselo" mari poroco kaha tola di bagian utara dan ke pedalaman hutan berbatasan dengan kie madudu lembah Kaoe/Kau. |
|||
'''''Penguasa Gamkonora''''' awal berasal dari Trah Ratu Halmahera/Jailolo awal yang menikah dengan Raja Loloda. Menurut legenda Biku Sagara, Raja-raja Maluku berawal dari empat buah telur naga yang menetaskan tiga orang laki-laki dan seorang perempuan. Dari tiga orang anak laki-laki itu, seorang menjadi Raja Bacan, yang lain menjadi Raja Papua, dan seorang lagi menjadi penguasa Butung dan Banggai, sementara yang perempuan adalah Ratu Jailolo yang menjadi permaisuri Raja Loloda. Legenda ini sama seperti legenda lainnya di Nusantara yang kurang lebih sebagai kiasan sastra awal yang memiliki makna bahwa Naga dalam mitos bangsa Cina melambangkan bangsawan atau orang yang dipandang memiliki derajat kedudukan tinggi. |
|||
Ratu Jailolo ''Mo-Mole; Dia perempuan-Sakti'' bertahta di Gamkonora tepatnya di Nguwai-di Cim/Ngidi Cim, sebuah sungai yang menghubungkan pemukiman orang Gamkonora awal dengan pesisir laut Halmahera Muka. Ratu Jailolo menikah dengan Raja Loloda untuk misi menguasai Halmahera, Mo-mole / ''Ratu'' dikenal dengan nama '''Boki Cendana.''' |
|||
Setelah Ratu Jailolo meninggal, Loloda mampu melepaskan diri dan memantapkan wilayah kekuasaanya sendiri. |
|||
Tahun 1322 dalam beberapa literatur tercatat para penguasa di Maluku menggelar pertemuan yang dikenal dengan persekutuan Moti "'''Moti Verbond'''" ketika perdagangan Cengkeh di Kepulauan Maluku mulai ramai, muncullah 4 penguasa baru Maluku dengan Raja dan wilayahnya masing-masing diantaranya Kerajaan Jailolo, Bacan Tidore dan Ternate. Dalam persekutuan ini Loloda, Moro dan Obi tidak ikut. |
|||
Penguasa Gamkonora kemudian menjadi sebuah pemerintahan yang independen namun masih memakai gelar ''Rajamakawasa'' "Raja yang berkuasa", dan pada gilirannya gelar ini masih disematkan kepada setiap penguasa berikutnya yang bergelar Sangaji Gamkonora ketika Gamkonora menjadi vasal Kesultanan Ternate. |
|||
Tecatat tahun 1546, Sultan Ternate bernama '''Khairun''' menikah dengan saudara perempuan Laliatu Tomagola penguasa Gamkonora saat itu, perkawinan politik yang mampu mengikat hubungan Trah Ratu Jailolo untuk menguasai wilayah Eks-Jailolo awal. Untuk diketahui keturunan Boki Cendana "Ratu Jailolo" dikenal dengan '''Tomagola''' atau '''Soang Sangaji Malamo'''. |
|||
Setelah pernikahan Khairun dengan Boki Gamkonora, Ternate akhirnya memiliki sumber daya baru untuk kebutuhan pasukan perang. |
|||
Tahun 1546 dalam legenda orang-orang Galela, Penguasa Gamkonora bernama Ramedi yang dikenal dengan nama Leliatu Tomagola "ipar Sultan Khairun" mampu mengumpulkan kawulanya yang hijrah ke '''Talaga Lina'''atas bantuan Portugis dan Ternate. Talaga Lina (Soang Linga) adalah Sebuah danau di pedalaman Halmahera Utara, tempat persembunyian bala/rakyat Jailolo awal di masa Boki Cendana yang tiran berkuasa. |
|||
Dirunut kebelakang sepeninggal Boki Cendana, dan pecahnya perang Jailolo awal, Klan Tomagola sebagai keturunan langsung Boki Cendana kemudian bergabung dengan Ternate dan menjadi salah satu peletak dasar ekspansi Kesultanan Ternate ketika Penguasa Gamkonora bernama Kibuba Tomagola anak dari Pahiwani atau cucu dari Ratu Jailolo Boki Cendana membantu Ternate dalam ekspansi ke wilayah kepulauan Amboina dan Seram tepat di masa berkuasanya Sultan Zainal Abidin. Awal mula Klan Tomagola Gamkonora turut andil dalam politik teritorial Kesultanan Ternate. |
|||
Berikutnya setiap Sangaji Gamkonora yang berkuasa harus dari Trah Boki Cendana "Ratu" yang belakangan di sebut Soang Sangaji. Meski nama Klan Tomagola lebih familiar di Kesultanan Ternate sebagai representatif Jailolo awal atau orang Gamkonora, namun di Gamkonora sendiri, Tomagola lebih dikenal sebagai nama sebuah lembah dekat sungai tempat menepinya Boki Cendana dan abdi dalamnya. |
|||
Di Gamkonora, setiap kepala Soang/Songa (Soa/marga) ditunjuk oleh i’ingin (rakyat) dari perwakilan setiap Soang (Soa). |
|||
Stratifikasi bangsawan Jailolo Awal pada masa pemerintahan Ratu Jailolo Boki Cendana di Gamkonora terdapat Sembilan Soa/marga atau lebih dikenal dengan Songa/Soang Siol yang terdiri dari: |
|||
# Salo'a |
|||
# Tadigel |
|||
# Biara ie |
|||
# Gam Longa |
|||
# Gaong Ngo'a |
|||
# Doi Tia |
|||
# Tala Antu |
|||
# Linga (Lina) |
|||
# Biti Mangi'id |
|||
Soang Lata atau Wala Lata (Empat Mata Rumah) sebagai representatif i'ingin rakyat dalam pusat pemerintahan Gamkonora sekaligus pengambil kebijakan dunia luar untuk perang dan hubungan politik serta perdagangan. |
|||
Jailolo Awal di Gamkonora memiliki 4 perwakilan pengambil kebijakan sebagai pertimbangan untuk penguasa Gamkonora dalam memerintah yakni terdiri dari ; |
|||
# Wala Raba-raba (Ahli strategi perang antar wilayah / Cangal) |
|||
# Wala Cina (Perwakilan pedagang Jung/Juanga Cina) |
|||
# Wala Arab (Perwakilan penyiar Islam) |
|||
# Wala Sa'e (Perwakilan dalam negeri/wilayah) |
|||
Dalam struktur pemerintahan urusan dunia dibantu Jou Kapita, Jou Hukum Sangaji, Juru Tulis, Bala Manyira/Fanyira membawahi komunitas/suku dalam wilayah kekuasaan (Kawasa) Jailolo Awal/Gamkonora, Juru mudi la'o, Baru-baru/prajurit (Baru Toma Nye'u/Pasukan Hutan dan Baru Toma Adu/Pasukan Laut, Ake Balo/ anak buah kapal perang sangaji dikomandoi oleh Di'ol dan guda-guda/pekerja kasar. |
|||
Untuk urusan bobato akhirat/keagamaan dan spiritual dibantu Imam, Khatib, Modim, Joguru, Juru mudi gunung/Paseba, Mu'alim / pemandu jalan ke Gunung Gamkonora. |
|||
Gamkonora menganut sistem semi-independent yang mengatur wilayah pemerintahan dan armada perangnya sendiri. |
|||
Demikian segala dinamika berdirinya Kesultanan Jailolo yang awalnya diperintah oleh Ratu Perempuan (Mo-mole) kemudian beralih ke Kolano dan diakui sebagai Kerajaan terbesar di masa Katarabumi yang oleh sumber Portugis disebut Raja terkuat Maluku setelah melalui proses panjang yang diwarnai dengan perang saudara dan ekspansi kerajaan besar Ternate terhadap Jailolo lalu kemudian turun statusnya setingat distrik yang diperintah oleh Fanyira Jailolo dan belakangan dikenal dengan nama Kesultanan Jailolo. |
|||
'''''Kesultanan Jailolo''''' didirikan kembali secara adat setelah era reformasidimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, komunitas adat Moloku Kie Raha dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai pemimpin adat. Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak peninggalan arkeologi. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno. |
|||
[[Category:Sejarah Indonésia]] |
[[Category:Sejarah Indonésia]] |
Perbaèkan per 21 Désèmber 2024 15.48
- Manusia Jawa (1,000,000 BP)
- Manusia Plorès (94,000–12,000 SS)
- Bencana Toba (75,000 SS)
- Peradaban Buni (400 SM)
- Kerajaan Kuté (350–1605)
- Kerajaan Tarumanegara (400s–500s)
- Kerajaan Kalingga (500s–600s)
- Kerajaan Melayu (600s–1347)
- Kerajaan Sriwijaya (600s–1025)
- Wangsa Saèlèndra (600s–900s)
- Kerajaan Mataram (716–1016)
- Kerajaan Bali (914–1908)
- Kerajaan Sunda (932–1579)
- Kerajaan Kahuripan (1019–1045)
- Kerajaan Kediri (1045–1221)
- Kerajaan Darmasraya (1183–1347)
- Kerajaan Pané (1000s–1300s)
- Kerajaan Singasari (1222–1292)
- Kerajaan Majapait (1293–1527)
- Ngamprahnya Selam (800–1600)
- Kesultanan Perlak (840–1292)
- Kerajaan Aru (1225–1613)
- Kesultanan Ternaté (1257–1914)
- Kesultanan Samudra Pasé (1267–1521)
- Kerajaan Pagerruyung (1347–1833)
- Kesultanan Bruné (1368–1888)
- Kesultanan Melaka (1400–1511)
- Kesultanan Sulu (1405–1851)
- Kesultanan Cerbon (1445–1677)
- Kesultanan Demak (1475–1554)
- Kesultanan Acéh (1496–1903)
- Kesultanan Ternaté (1486–1914)
- Kesultanan Bacan (1515–1946)
- Kesultanan Tidoré (1500s–1967)
- Kesultanan Jaèlolo (1496–1903)
- Kesultanan Banten (1526–1813)
- Kesultanan Banjar (1526–1863)
- Kesultanan Kalinyamat (1527–1599)
- Kesultanan Mataram (1500s–1700s)
- Kesultanan Johor (1528s–1877)
- Kerajaan Kaèmana (1600s–1926)
- Kesultanan Pelèmbang (1659–1823)
- Kesultanan Siak (1725–1946)
- Kesunanan Surakarta (1745–1946)
- Kesultanan Yogyakarta (1755–1945)
- Kesultanan Déli (1814–1946)
- Kesultanan Rio-Lingga (1824–1911)
- Kerajaan Larantuka (1515–1904)
- Kerajaan Bolaang Mongondow (1670–1950)
- Kiblik Kèngbé (1776–1854)
- Kiblik Lanhong (1777–1884)
- Kiblik Samtiawkio (1777–1853)
- Portugis (1512–1850)
- Spanyol (1521–1677)
- Kumpeni Welanda (1602–1799)
- Inggris (1685–1824)
- Anterkuku Prasman èn Inggris (1806–1816)
- Hindia Nèderlan (1942 / 1945–1949)
- Kengaclèngan Sional (1908–1942)
- Penjogrogan Nipong (1942–1945)
- Jaman Siap-siapan (1945–1949)
- Kiblik Indonésia Serèkat (1949–1950)
- Kera'yatan Liberal (1950–1959)
- Kera'yatan Keangon (1959–1966)
- Pemingsèran (1966–1967)
- Orde Baru (1967–1998)
- Reform era (1998–present)
Kesultanan Jailolo (كسلطانن جايلولو)
Jauh sebelum perjanjian Moti Verbond, Kesultanan Jailolo Awal diperintah oleh Seorang Ratu yang menurut beberapa sumber diketahui menguasai separuh Pulau Halmahera. Ratu Jailolo ini menurunkan penguasa lokal yang kemudian dikenal dengan Sangaji Gamkonora.
Sangaji Gamkonora, Penguasa lokal pecahan Kerajaan Jailolo memiliki wilayah kekuasaan sendiri dengan batas wilayahnya dari gunung oon "kie oon" berbatasan dengan sahu di bagian selatan dan loloda "batu tua masoselo" mari poroco kaha tola di bagian utara dan ke pedalaman hutan berbatasan dengan kie madudu lembah Kaoe/Kau.
Penguasa Gamkonora awal berasal dari Trah Ratu Halmahera/Jailolo awal yang menikah dengan Raja Loloda. Menurut legenda Biku Sagara, Raja-raja Maluku berawal dari empat buah telur naga yang menetaskan tiga orang laki-laki dan seorang perempuan. Dari tiga orang anak laki-laki itu, seorang menjadi Raja Bacan, yang lain menjadi Raja Papua, dan seorang lagi menjadi penguasa Butung dan Banggai, sementara yang perempuan adalah Ratu Jailolo yang menjadi permaisuri Raja Loloda. Legenda ini sama seperti legenda lainnya di Nusantara yang kurang lebih sebagai kiasan sastra awal yang memiliki makna bahwa Naga dalam mitos bangsa Cina melambangkan bangsawan atau orang yang dipandang memiliki derajat kedudukan tinggi.
Ratu Jailolo Mo-Mole; Dia perempuan-Sakti bertahta di Gamkonora tepatnya di Nguwai-di Cim/Ngidi Cim, sebuah sungai yang menghubungkan pemukiman orang Gamkonora awal dengan pesisir laut Halmahera Muka. Ratu Jailolo menikah dengan Raja Loloda untuk misi menguasai Halmahera, Mo-mole / Ratu dikenal dengan nama Boki Cendana.
Setelah Ratu Jailolo meninggal, Loloda mampu melepaskan diri dan memantapkan wilayah kekuasaanya sendiri.
Tahun 1322 dalam beberapa literatur tercatat para penguasa di Maluku menggelar pertemuan yang dikenal dengan persekutuan Moti "Moti Verbond" ketika perdagangan Cengkeh di Kepulauan Maluku mulai ramai, muncullah 4 penguasa baru Maluku dengan Raja dan wilayahnya masing-masing diantaranya Kerajaan Jailolo, Bacan Tidore dan Ternate. Dalam persekutuan ini Loloda, Moro dan Obi tidak ikut.
Penguasa Gamkonora kemudian menjadi sebuah pemerintahan yang independen namun masih memakai gelar Rajamakawasa "Raja yang berkuasa", dan pada gilirannya gelar ini masih disematkan kepada setiap penguasa berikutnya yang bergelar Sangaji Gamkonora ketika Gamkonora menjadi vasal Kesultanan Ternate.
Tecatat tahun 1546, Sultan Ternate bernama Khairun menikah dengan saudara perempuan Laliatu Tomagola penguasa Gamkonora saat itu, perkawinan politik yang mampu mengikat hubungan Trah Ratu Jailolo untuk menguasai wilayah Eks-Jailolo awal. Untuk diketahui keturunan Boki Cendana "Ratu Jailolo" dikenal dengan Tomagola atau Soang Sangaji Malamo.
Setelah pernikahan Khairun dengan Boki Gamkonora, Ternate akhirnya memiliki sumber daya baru untuk kebutuhan pasukan perang.
Tahun 1546 dalam legenda orang-orang Galela, Penguasa Gamkonora bernama Ramedi yang dikenal dengan nama Leliatu Tomagola "ipar Sultan Khairun" mampu mengumpulkan kawulanya yang hijrah ke Talaga Linaatas bantuan Portugis dan Ternate. Talaga Lina (Soang Linga) adalah Sebuah danau di pedalaman Halmahera Utara, tempat persembunyian bala/rakyat Jailolo awal di masa Boki Cendana yang tiran berkuasa.
Dirunut kebelakang sepeninggal Boki Cendana, dan pecahnya perang Jailolo awal, Klan Tomagola sebagai keturunan langsung Boki Cendana kemudian bergabung dengan Ternate dan menjadi salah satu peletak dasar ekspansi Kesultanan Ternate ketika Penguasa Gamkonora bernama Kibuba Tomagola anak dari Pahiwani atau cucu dari Ratu Jailolo Boki Cendana membantu Ternate dalam ekspansi ke wilayah kepulauan Amboina dan Seram tepat di masa berkuasanya Sultan Zainal Abidin. Awal mula Klan Tomagola Gamkonora turut andil dalam politik teritorial Kesultanan Ternate.
Berikutnya setiap Sangaji Gamkonora yang berkuasa harus dari Trah Boki Cendana "Ratu" yang belakangan di sebut Soang Sangaji. Meski nama Klan Tomagola lebih familiar di Kesultanan Ternate sebagai representatif Jailolo awal atau orang Gamkonora, namun di Gamkonora sendiri, Tomagola lebih dikenal sebagai nama sebuah lembah dekat sungai tempat menepinya Boki Cendana dan abdi dalamnya.
Di Gamkonora, setiap kepala Soang/Songa (Soa/marga) ditunjuk oleh i’ingin (rakyat) dari perwakilan setiap Soang (Soa).
Stratifikasi bangsawan Jailolo Awal pada masa pemerintahan Ratu Jailolo Boki Cendana di Gamkonora terdapat Sembilan Soa/marga atau lebih dikenal dengan Songa/Soang Siol yang terdiri dari:
- Salo'a
- Tadigel
- Biara ie
- Gam Longa
- Gaong Ngo'a
- Doi Tia
- Tala Antu
- Linga (Lina)
- Biti Mangi'id
Soang Lata atau Wala Lata (Empat Mata Rumah) sebagai representatif i'ingin rakyat dalam pusat pemerintahan Gamkonora sekaligus pengambil kebijakan dunia luar untuk perang dan hubungan politik serta perdagangan.
Jailolo Awal di Gamkonora memiliki 4 perwakilan pengambil kebijakan sebagai pertimbangan untuk penguasa Gamkonora dalam memerintah yakni terdiri dari ;
- Wala Raba-raba (Ahli strategi perang antar wilayah / Cangal)
- Wala Cina (Perwakilan pedagang Jung/Juanga Cina)
- Wala Arab (Perwakilan penyiar Islam)
- Wala Sa'e (Perwakilan dalam negeri/wilayah)
Dalam struktur pemerintahan urusan dunia dibantu Jou Kapita, Jou Hukum Sangaji, Juru Tulis, Bala Manyira/Fanyira membawahi komunitas/suku dalam wilayah kekuasaan (Kawasa) Jailolo Awal/Gamkonora, Juru mudi la'o, Baru-baru/prajurit (Baru Toma Nye'u/Pasukan Hutan dan Baru Toma Adu/Pasukan Laut, Ake Balo/ anak buah kapal perang sangaji dikomandoi oleh Di'ol dan guda-guda/pekerja kasar.
Untuk urusan bobato akhirat/keagamaan dan spiritual dibantu Imam, Khatib, Modim, Joguru, Juru mudi gunung/Paseba, Mu'alim / pemandu jalan ke Gunung Gamkonora.
Gamkonora menganut sistem semi-independent yang mengatur wilayah pemerintahan dan armada perangnya sendiri.
Demikian segala dinamika berdirinya Kesultanan Jailolo yang awalnya diperintah oleh Ratu Perempuan (Mo-mole) kemudian beralih ke Kolano dan diakui sebagai Kerajaan terbesar di masa Katarabumi yang oleh sumber Portugis disebut Raja terkuat Maluku setelah melalui proses panjang yang diwarnai dengan perang saudara dan ekspansi kerajaan besar Ternate terhadap Jailolo lalu kemudian turun statusnya setingat distrik yang diperintah oleh Fanyira Jailolo dan belakangan dikenal dengan nama Kesultanan Jailolo.
Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat setelah era reformasidimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, komunitas adat Moloku Kie Raha dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai pemimpin adat. Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak peninggalan arkeologi. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.